SERIKAT PEKERJA
SERIKAT PEKERJA
TEORI
SERIKAT PEKERJA
1.
TEORI
REVOLUSI
Upaya untuk
pekerja (gerakan buruh) menghilangkan kelas-kelas dalam masyarakat sehingga
tercipta dunia tanpa kelas dan terwujud kemakmuran ekonomi bagi semua orang.
2.
TEORI
DEMOKRASI INDUSTRI
Perkembangan
serikat pekerja dalam hubungan industri sejajar dengan pertumbuhan demokrasi dalam pemerintahan.
3.
TEORI
BISNIS
Karyawan
bersedia menjadi serikat pekerja agar dapat diwakili dalam perundingan dan
tawar menawar (kontrak kerja,kondisi kerja).
4.
TEORI
SOSIOPSIKOLOGIS
Menjelaskan
terkait dengan serikat pekerja merupakan suatu organisasi yang dapat memenuhi
berbagai kebutuhan sosial,psikologis, dan ekonomi.
5.
TEORI
PERUBAHAN
Tujuan serikat
pekerja akan berubah-ubah sesuai dengan perubahan kondisi kerja dalam
perusahaan dan masyarakat.
6.
TEORI
TES
Pandangan
manajer terhadap serikat pekerja,dikelompokkan menjadi 2 (serikat pekerja yang
berorientasi tujuan ekonomi, serikat pekerja selain berorientasi pada tujuan
ekonomi juga berorientasi pada masalah-masalah yang berhubungan dengan
pekerjaan.
SEJARAH
SERIKAT PEKERJA
Munculnya kehidupan serikat pekerja adalah pada
tingkat awal kapitalisme. Bertolak darikepentingan langsung untuk perbaikan
syarat-syarat ekonomi dan sosial bagi kehidupan kaumpekerja, kaum pekerja menyatukan
diri dalam wadah organisasi berupa serikat pekerja (Sugiridan Cahyono, 2003).
Serikat pekerja selalu diidentikan dengan perjuangan pekerja
mencapaikesejahteraanya.
Serikat
Pekerja Awal di Indonesia
-
Perkoempoelan
Boemipoetera Pabean (PBP), tahun 1911
-
Persatoean
Goeroe Bantoe (1912),
-
Perserikatan
Goeroe Hindia Belanda (1912)
-
Pegadaaian
Boemipoetera (1914),
-
Personeel
Fabriek Bond (1917)
Pendirian serikat pekerja
pada saat itu dipicu oleh adanya kebijakan Politik Etis PemerintahKolonial
dengan memberikan program pendidikan kepada rakyat Indonesia, dan
masuknyapengaruh serikat-serikat buruh Belanda ke Indonesia (Sugiri dan
2003).Walaupun awalnya dipicu oleh adanya Politik Etis dan pengaruh gerakan
serikat buruh Belanda,namun motivasi awal para pekerja Indonesia bergabung
dengan organisasi serikat pekerja adalahuntuk meningkatkan kesejahteraannya
seperti tingkat upah dan kondisi kerja (Sulistyo, 1995)serta memperjuangkan
kemerdekaan Indonesia (Suwarno dan Elliot, 2000).
Serikat pekerja digunakan sebagai
wadah perlawanan terhadap Pemerintah Kolonial, majikandan tuan tanah dengan
melakukan berbagai pemogokan-pemogokan di tempat kerja.Pasca kemerdekaan
Indonesia, para pekerja yang tergabung dalam organisasi serikat pekerjakerap
kali digunakan sebagai legitimasi partai politik untuk merebut kekuasaan.
Organisasiserikat pekerja diyakini memiliki peran yang penting dalam bidang
ekonomi, pemerintahan danaktivitas politik praktis. Serikat pekerja pada saat
itu tidak dapat dilepaskan dari pengaruhideologi serta partai politik tertentu
yang mengikatnya (Sugiri dan Cahyono, 2003).
Pada awal era Orde Baru,
para pekerja dan serikat pekerja mulai digiring kepada orientasi sosialekonomi
saja dan tidak diperkenankan lagi untuk aktif dalam bidang politik. Para pekerjadiperkenalkan
dengan konsep Hubungan Industrial Pancasila (HIP) dan struktur serikat
pekerjayang monolitis (seluruhnya harus berafiliasi ke SPSI). Sistem HIP lebih
menekankan padahubungan harmonis antara pekerja, manajemen dan pemerintah
(Suwarno dan Elliot, 2000).
FUNGSI
DAN TUJUAN SERIKAT PEKERJA
Berdasarkan Undang- Undang 1945 pasal 4 menyebutkan
bahwa tujuan didirikannya serikat buruh ialah untukmemberikan perlindungan,
pembelaan hak dan kepentingan, serta meningkatkan kesejahteraan yang layak bagi
pekerja/buruh dan keluarganya.
Untuk
mencapai tujuan serikat buruh sebagaimana yang dimaksutkan diatas, maka serikat
buruh/ pekerja mempunyai fungsi sebagai berikut:
-
sebagai
pihak dalam pembuatan perjanjian kerja bersama dan penyelesaian perselisihan
industrial.
-
sebagai
wakil pekerja/buruh dalam lembaha kerja sama dibidang ketenagakerjaan sesuai
dengan tingkatannya;
-
sebagai
sarana menciptakan hubungan industrial yang harmonis, dinamis, dan berkeadilan
sesuai dengan peraaturan perundang-undangan yang berlaku;
-
sebagai
sarana penyalur aspirasi dalam memperjuangkan hak dan kepentingan anggotanya;
-
sebagai
perencana, pelaksana, dan penanggung jawab pemogokan pekerja/buruh sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
sebagai wakil pekerja/buruh dalam memperjuangkan
kepemilikan saham dalam perusahaan.
Didalam sumber lain menyebutkan bahwa tujuan
didirikannya serikat buruh ialah untuk:
-
Melindungi
dan membela hak dan kepentingan pekerja
-
Memperbaiki
kondisi – kondisi dan syarat – syarat kerja melalui perjanjian kerja bersama
dengan manajemen/pengusaha
-
Melindungi
dan membela pekerja beserta keluarganya akan keadaan sosial dimana mereka
mengalami kondisi sakit, kehilangan dantanpa kerja (PHK).
-
Mengupayakan
agar manajemen/pengusaha mendengarkan dan mempertimbangkan suara atau pendapat
serikat pekerja sebelum membuat keputusan
KASUS
Memasuki abad ke-20, kapitalisme telah memasuki tahap
tertinggi dan terakhir bernama imperialisme (kerajaan kapital monopoli dalam
skala dunia). Dan ketika panah waktu bergerak ke abad ke-21, kita menjadi saksi
hidup dari krisis demi krisis yang menimpa imperialisme yang kian kronis.
Seiring perkembangan waktu, kapitalisme semakin tua dan tidak cocok dengan
semangat pembaruan zaman lagi. Akar dari krisis ini terletak di dalam sistem
kapitalisme itu sendiri; overproduksi barang-barang bertehnologi tinggi dan
persenjataan militer, krisis energi karena kerakusan mereka sendiri, krisis
keuangan (financial) karena praktek manipulasi mereka sendiri, anarkhi produksi
serta perebutan pasar dunia bagi barang komoditas di kalangan kekuatan
imperialisme sendiri juga.
Krisis umum imperialisme pada abad ke-21 ini telah
semakin memperjelas watak mereka yang sesungguhnya; perampok yang rakus dan
barbar, terorisme negara yang getol mengobarkan perang agresi, dan kehancuran
sosial di seluruh dunia. Sistem kapitalisme telah melewati masa-masa
keemasannya. Dunia kapitalis tidak akan mendapati lagi kemunculan negeri-negeri
persemakmuran (welfare-state) sebagaimana terjadi pada era booming kemakmuran
tahun 1980-an. Pemangkasan subsidi sosial, kesehatan, pendidikan, dsb, menjadi
kenyataan pahit bagi rakyat di tengah kondisi penghidupan yang semakin
dimiskinkan; baik di negeri-negeri maju belahan Utara maupun negeri-negeri
bergantung di belahan Selatan.
Disebabkan oleh kedudukannya sebagai negeri-negeri
yang bergantung pada imperialisme, krisis umum imperialisme memiliki dampak
langsung terhadap negeri setengah-jajahan seperti Indonesia. Secara obyektif,
kedudukan negeri-negeri jajahan/setengah-jajahan dan setengah feodal yang
tersebar di berbagai belahan dunia merupakan basis sosial bagi imperialisme.
Negeri-negeri tersebut diperintah oleh rezim-rezim komprador (kaki-tangan) yang
melayani kepentingan imperialisme dengan mengeluarkan berbagai
peraturan/perundang-undangan untuk mengeksploitasi kekayaan alam dan rakyat negerinya.
Demikianlah kenyataannya, rezim-rezim komprador Republik Indonesia yang datang
silih berganti; masih dengan setia diperbudak oleh Imperialisme dengan
menerbitkan berbagai perundang-undangan betapa pun paket peraturan tersebut
bertentangan dengan semangat UUD-1945 yang jelas-jelas memiliki watak
anti-imperialisme (kolonialisme). Namun penjebolan atas UUD 1945 yang lahir
dari perjuangan revolusi nasional anti kolonialisme tersebut telah benar-benar
dilakukan oleh rezim-rezim komprador sejak zaman Suharto hingga SBY-Budiono.
Dengan motif hakiki untuk melayani kepentingan
imperialisme dan kelas borjuasi komperador dalam negeri (domestik), pemerintah
komprador Republik Indonesia yang diwakili oleh klik SBY-budiono berusaha
melakukan revisi paket UU 13/2003. Undang-undang yang sudah menindas dan
anti-buruh ini akan segera di revisi oleh rezim komperador pengabdi setia
Imperialis . UUK 13/2003 yang selama ini telah menjadi alat legal bagi
pengusaha dalam hal penggunaan buruh kontrak dan outsourcing akan segera di
revisi, akan tetapi draf revisi tersebut justru memperkuat kedudukan dari
penggunaan sistem kerja kontrak dan outsourcing di Indonesia. Meskipun selama
ini rencana tersebut mendapat perlawanan hebat dari kelas buruh Indonesia di
mana ratusan ribu buruh turun ke jalan untuk menolaknya. Namun perlawanan buruh
tersebut belum mampu menggagalkan Rencana revisi UU 13/2003 dan hanya berhasil
menunda pengesahahannya, akan tetapi di dalam prakteknya hampir di semua
perusahaan telah menggunakan buruh kontrak dan outsourcing tanpa ada
batas-batas ketentuan sama sekali sebagaimana di atur dalam undang-undang
tersebut.
Bila kita membedah UU tersebut, khususnya pada bab IX
pasal 58 dan 59, perihal sistem kerja kontrak dinyatakan secara tegas, bahwa
buruh Kontrak — dalam istilah UU 13/2003 disebut sebagai PKWT (Perjanjian Kerja
Waktu Tertentu) hanya dapat dilaksanakan dengan ketentuan: pekerjaan yang
sementara sifatnya, pekerjaan yang diperkirakan penyelesaiannya dalam waktu
paling lama 3 tahun, pekerjaan musiman; atau pekerjaan yang berhubungan dengan
produk dan kegiatan baru, atau produk tambahan yang masih dalam percobaan atau
penjajakan. Intinya tidak boleh ada sistem kerja kontrak pada pekerjaan yang
bersifat tetap. Namun kenyataan faktual di lapangan berjalan penuh manipulasi.
Majikan dan kaki tangannya di pabrik yang penuh trik-trik culas, telah
mempraktekkan berbagai manipulasi sekian lama.
Dalam praktek buruh kontrak, apa yang dalam teks
perundang-undang hanya diperbolehkan untuk jenis pekerjaan produksi tertentu
(lihat pasal 58-59), namun dalam lapangan prakteknya pihak perusahaan sudah
menginjak-injak undang-undang yang berlaku tersebut. Sudah menjadi pengetahuan umum di kalangan
buruh, bahwa pekerjaan produksi utama kini sudah dikerjakan oleh buruh kontrak.
Bahkan di banyak pabrik mayoritas buruhnya adalah buruh kontrak. Artinya, buruh
kontrak telah menjadi fenomena massal yang mengerjakan bagian-bagian produksi
utama yang semestinya dikerjakan oleh buruh tetap. Bila ada pemeriksaan dari
Dinas Tenaga Kerja Pemerintah setempat, mereka disembunyikan atau dipaksa diam
agar tidak ketahuan sebagai buruh yang berstatus kontrak. Dengan suap dan
manipulasi, masalah buruh kontrak mereka sembunyikan di bawah karpet.
Dalam berbagai keadaan, sistem buruh kontrak juga
menjadi alat pemecah belah di dalam kekuatan buruh. Meskipun sama-sama menjadi
buruh, antara buruh tetap dan buruh kontrak muncul perasaan seolah-olah
memiliki status yang ‘lebih’ dan yang ‘kurang’ di antara mereka. Banyak buruh
tetap yang ‘merasa aman’ kemudian bersikap pasif dalam perjuangan karena tak
mau kehilangan ‘status aman’-nya yang relatif tersebut. sedangkan di pihak
buruh kontrak merasa cemburu dengan beban pekerjaan yang sama, namun tidak
mendapatkan hak-hak sosial-ekonomi yang dijamin perusahaan. Politik pecah belah
sistem kapitalisme tidak hanya dalam hal pembagian kerja (devision of labour)
semata, namun sudah berkembang pembagian status seperti ‘buruh tetap’ dan
‘buruh kontrak’. Bila tidak kita sikapi dengan propaganda yang tepat, soal-soal
konkrit semacam ini akan menjadi pemecah-belah yang akan semakin melemahkan
kekuatan dan persatuan buruh. (Dina)
Pelanggaran Kontrak di PT Framas
Setelah ribuan pekerja diberhentikan tanpa pesangon PT
Panarub, lagi lagi sebuah perusahaan subkontraktor Adidas lain yaitu, PT
Framas, Bekasi memPHK 300 pekerja tanpa mengikuti aturan hukum ketenagakerjaan
yang berlaku. PT Framas berdalih bahwa para pekerja telah melebihi durasi
kontrak , PT Framas kemudian tidak memperpanjang kontrak kerja dan melanggar semua
hak para pekerja. PT Framas melakukan 3 bulan kontrak kerja dan terus
memperpanjang status mereka sebagai pekerja tidak tetap (pekerja kontrak) per 3
bulan, selama lebih dari 3 tahun. Sejak Desember 2012, kontrak mereka tidak
diperpanjang dan mereka semua kehilangan pekerjaan tanpa pesangon.
Sekitar 300 pekerja menjadi korban dari kontrak kerja
berkepanjangan yang tidak sesuai ketentuan hukum tanpa jaminan kesejahteraan
dan keamanan kerja. Dan pada akhirnya, mereka dipecat secara tidak adil. Dari
300 pekerja, karena PT Framas melakukan intimidasi dan tekanan, maka hanya 40
orang pekerja memutuskan untuk memperjuangkan nasib mereka. Para pekerja ini,
sebagian besar adalah para pekerja yang tidak berserikat, sebagian lagi
merupakan anggota sebuah Serikat Pekerja di PT Framas namun menurut para
anggotanya tidak mau memperjuangkan nasib mereka. Proses bipartite dan aksi
telah dilakukan oleh para pekerja yang didampingin oleh TURC. Pihak pengusaha
secara terang-terang telah mengakui bahwa mereka memang melanggar ketentuan
hukum mengenai kontrak namun tidak ada upaya untuk memperbaiki. Setalah proses
bipartite tidak membuahkan hasil, para pekerja menempuh proses penyelesaian
perkara hubungan industrial , dengan meminta Dinas Tenaga Kerja Daerah Bekasi
untuk menjadi mediator antara pekerja dan perusahaan.
Proses ini juga disertai desakan kepada brand, yaitu
Adidas pada tanggal aksi di depan Kantor Adidas Indonesia, Jalan Jendral
Sudirman, Jakarta Selatan 12920 pada 18 Maret, 2013 pukul 12.00 WIB. Dalam aksi
tersebut para pekerja menyampaikan tuntutan antara lain,
-
Adidas
menekan PT Framas untuk menjamin hak-hak pekerja dan menaati hukum
ketenagakerjaan yang berlaku.
-
Mempekerjakan
kembali buruh kontrak yang dipecat sebagai pekerja tetap
-
Keselamatan
dan kesehatan di tempat kerja harus dijamin
-
Menghilangkan
praktek union busting yang dilakukan oleh PT Framas
-
Dari
aksi tersebut , manager adidas Indonesia berjanji untuk menjembatani
permasalahan yang ada dengan PT Adidas. Sampai tulisan ini diturunkan, proses
mediasi masih berjalan dan menunggu adanya anjuran dari mediator.
Komentar
Posting Komentar